"Golongan Putih ( Golput ) bukanlah golongan orang-orang yang suci, golongan putih adalah golongan orang-orang yang gagal meraih ambisi politik, sehingga buta matahatinya, tidak bisa membedakan warna warni kehidupan demokrasi di Republik Indonesia tercinta". ( Pak Wastu ).
Pesta demokrasi di Indonesia paling tidak ada 5 tingkatan, yaitu: Pilkades, Pilbub, Pilkgub, Pilleg, dan Pilpres. Perlu tidaknya seseorang warga negara yang mempunyai hak memilih dan hak untuk dipilih bisa dipandang dari 3 dimensi:
Pertama Dimensi Perorangan. Dari sudut pandang dimensi ini, sering orang berfikir bahwa pesta demokrasi hanya menguntungkan beberapa orang tertentu saja, bagi kebanyakan orang pesta demokrasi tidak membawa perubahan apa-apa. Buruh tetap menjadi buruh, tukang tetap menjadi tukang, penarik becak tetap menjadi penarik becak, pegawai rendahan tetap menjadi pegawai rendahan, dsb.
Kedua Dimensi Kelompok. Dari sudut pandang ini, pesta demokrasi dianggap baik bagi yang menang sebaliknya bagi yang kalah pesta demokrasi dianggap penuh intrik dan kecurangan yang merugikan kelompoknya. Jarang ada bahkan mungkin belum pernah terjadi di negara Indonesia bahwa kontestan pesta demokrasi yang kalah langsung mengucapkan selamat, mengakui dan menyatakan mendukung kelompok yang menang.
Ketiga Dimensi Kebangsaan. Dari sudut pandang inilah seharusnya pesta demokrasi dipandang. Bayangkan saja, misalnya dalam suatu pesta demokrasi di level manapun, di satu pihak, semua warga yang memahami dan menjunjung tinggi hukum agama, hukum negara, norma dan nilai luhur kemasyarakatan menyatakan tidak menggunakan hak untuk memilih dan dipilihnya atau golput. Sedangkan di pihak lain para sosiopat, para psikhopat, koruptor, bromocorah, bandar narkoba, politisi busuk, para mucikari dan anak asuhnya antusias menggunakan hak pilih dan hak memilihnya, maka, bagaimana jadinya negara kita?
Dipimpin orang-orang baik saja masih sulit mencapai keadilan bagi seluruh rakyat indonesia. Apalagi bila dipimpin oleh mereka yang tidak baik?
Berdasarkan pembahasan di atas, saudara semua harus yakin, bahwa ajakan golput adalah ajakan yang menyesatkan dan membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ajakan tersebut pasti dari individu dan atau kelompok yang mengalami kegagalan-kegagalan di dalam meraih ambisi-ambisi politiknya.
Ada sebuah terminologi di dalam psikhologi yaitu " Sour Grape Mechanism" = Mekanisme Anggur Masam, yaitu salah satu bentuk mekanisme pertahanan diri seseorang terhadap frustrasi.
Mengapa disebut Mekanisme Anggur Masam? Kisahnya sebagai berikut:
"Konon, ada seekor musang yang sangat menginginkan buah anggur. Anggur ranum-ranum itu bergelantungan di pohon anggur yang sangat tinggi. Berkali-kali musang tersebut berusaha meraihnya akan tetapi selalu gagal. Dia melompat dengan sepenuh tenaga, dia memanjat dari segala arah, dia mencoba dengan segala cara dan daya. Seberapa kali dia berusaha menggapai buah anggur tersebut, sebanyak itu pula kegagalannya. Sampailah pada puncak kekecewaannya. Dia lalu ngeloyor pergi tanpa sekalipun menoleh lagi ke buah anggur tersebut sembari berkata ketus: "Mengapa aku harus menghabiskan energi untuk buah anggur tersebut. Anggur itu masam...pasti sangat masam. Kalau aku sampai memakannya pasti perutku jadi sakit. Huuuh, begitu saja kok repot!" Si musang itu merasa dadanya yang sesak dan sakit tadi, sekarang jadi agak lega.
Pertanyaan saya:
"Kalau si musang tadi bertemu dengan buah anggur lagi pada musim anggur di tahun-tahun berikutnya, apakah hatinya masih merasa kecewa? Ayo, siapa yang berani menjawab?
Pesta demokrasi di Indonesia paling tidak ada 5 tingkatan, yaitu: Pilkades, Pilbub, Pilkgub, Pilleg, dan Pilpres. Perlu tidaknya seseorang warga negara yang mempunyai hak memilih dan hak untuk dipilih bisa dipandang dari 3 dimensi:
Pertama Dimensi Perorangan. Dari sudut pandang dimensi ini, sering orang berfikir bahwa pesta demokrasi hanya menguntungkan beberapa orang tertentu saja, bagi kebanyakan orang pesta demokrasi tidak membawa perubahan apa-apa. Buruh tetap menjadi buruh, tukang tetap menjadi tukang, penarik becak tetap menjadi penarik becak, pegawai rendahan tetap menjadi pegawai rendahan, dsb.
Kedua Dimensi Kelompok. Dari sudut pandang ini, pesta demokrasi dianggap baik bagi yang menang sebaliknya bagi yang kalah pesta demokrasi dianggap penuh intrik dan kecurangan yang merugikan kelompoknya. Jarang ada bahkan mungkin belum pernah terjadi di negara Indonesia bahwa kontestan pesta demokrasi yang kalah langsung mengucapkan selamat, mengakui dan menyatakan mendukung kelompok yang menang.
Ketiga Dimensi Kebangsaan. Dari sudut pandang inilah seharusnya pesta demokrasi dipandang. Bayangkan saja, misalnya dalam suatu pesta demokrasi di level manapun, di satu pihak, semua warga yang memahami dan menjunjung tinggi hukum agama, hukum negara, norma dan nilai luhur kemasyarakatan menyatakan tidak menggunakan hak untuk memilih dan dipilihnya atau golput. Sedangkan di pihak lain para sosiopat, para psikhopat, koruptor, bromocorah, bandar narkoba, politisi busuk, para mucikari dan anak asuhnya antusias menggunakan hak pilih dan hak memilihnya, maka, bagaimana jadinya negara kita?
Dipimpin orang-orang baik saja masih sulit mencapai keadilan bagi seluruh rakyat indonesia. Apalagi bila dipimpin oleh mereka yang tidak baik?
Berdasarkan pembahasan di atas, saudara semua harus yakin, bahwa ajakan golput adalah ajakan yang menyesatkan dan membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ajakan tersebut pasti dari individu dan atau kelompok yang mengalami kegagalan-kegagalan di dalam meraih ambisi-ambisi politiknya.
Ada sebuah terminologi di dalam psikhologi yaitu " Sour Grape Mechanism" = Mekanisme Anggur Masam, yaitu salah satu bentuk mekanisme pertahanan diri seseorang terhadap frustrasi.
Mengapa disebut Mekanisme Anggur Masam? Kisahnya sebagai berikut:
"Konon, ada seekor musang yang sangat menginginkan buah anggur. Anggur ranum-ranum itu bergelantungan di pohon anggur yang sangat tinggi. Berkali-kali musang tersebut berusaha meraihnya akan tetapi selalu gagal. Dia melompat dengan sepenuh tenaga, dia memanjat dari segala arah, dia mencoba dengan segala cara dan daya. Seberapa kali dia berusaha menggapai buah anggur tersebut, sebanyak itu pula kegagalannya. Sampailah pada puncak kekecewaannya. Dia lalu ngeloyor pergi tanpa sekalipun menoleh lagi ke buah anggur tersebut sembari berkata ketus: "Mengapa aku harus menghabiskan energi untuk buah anggur tersebut. Anggur itu masam...pasti sangat masam. Kalau aku sampai memakannya pasti perutku jadi sakit. Huuuh, begitu saja kok repot!" Si musang itu merasa dadanya yang sesak dan sakit tadi, sekarang jadi agak lega.
Pertanyaan saya:
"Kalau si musang tadi bertemu dengan buah anggur lagi pada musim anggur di tahun-tahun berikutnya, apakah hatinya masih merasa kecewa? Ayo, siapa yang berani menjawab?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar